1. Benzai-Ten
Benten, Benzaiten, Benzai-Tennyo, sosok dewi dari mitologi Jepang, ia adalah dewi cinta, fasih berbicara, bahasa, seni, musik,
keberuntungan, dan air. Ia juga adalah dewi pelindung bagi para geisha,
penari dan musisi. Namun sebenarnya ia dewi laut ataupun air, seperti
yang diyakini oleh masyarakat yang umumnya hidup dipesisir pantai
ataupun danau. Dewi Benzaiten dikabarkan selalu mengendarai biwa –naga
sembari memainkan alat musik petik. Di Pulau Enoshima namanya begitu
dikenal,terutama keyakinan untuk memujanya.
Benzai-Ten
Ia memiliki delapan tangan dan
masing-masing tangan memegang pedang, permata, busur, panah, roda dan
kunci. Sementara dua tangan sisanya bersatu dalam posisi berdoa. Ia
selalu dihubung-hubungkan dengan sosok naga yang gemar memangsa
anak-anak, ia turun ke bumi untuk memenuhi keinginan jahatnya. Ular
adalah binatang yang mejadi tangan kanannya. Ke delapan tangannya
menunjukan simbol-simbol Hindu. Beberapa perempuan Jepang bahkan
menggunakan mantra yang memuja Benzaiten guna mendapatkan keyakinan akan
kecantikan dan keberuntungan lainnya.
2. Kishimo-jin
Kishimo-jin
Dewi Kishimo-Jin terdapat dalam
keyakinan Budha, ia merupakan dewi bagi para anak-anak. Nama Kishimo-Jin
sendiri bermakna ibu dari para roh jahat, karena itu ia dilukiskan
sebagai sosok dewi yang sangat jahat –di India dikenal dengan Hariti. Ia
gemar menculik anak-anak dan memakannya, sampai suatu saat budha
menemukan dan menghapus sifat jahatnya. Setelah ia memahami ajaran
budha, kemudian ia menjadi simbol cinta dan kasih, ia pun senantiasa
selalu membantu mereka yang lemah. Kishimojin dilukiskan dengan sosok
seorang ibu yang sedang menyusui anaknya, dan memegang buah delima di
tangannya (sebuah lambang cinta dan kesuburan perempuan. Ia pun memiliki
nama lain, Karitei-mo.
3. Ko-no-Hana
Ko-no-Hana
Ko-No-Hana ataupun Sakuya-Hime, yang
bermakna bunga mekar, adalah sebuah simbol awal kehidupan. Masyarakat
Jepang mengenal Kono-Hana sebagai dewi yang membuat bunga bermekaran. Ia
adalah puteri dari dewa gunung, Oho-Yama, dan istri dari Ninigi. Ia
bertemu dengan sang suami saat berada di pesisir pantai. Keduanya
kemudian jatuh cinta. Ninigi meminta Oho-Yama untuk dapat menikahi
Kono-Hana, namun keinginan Ninigi itu tidak terlaksana. Karena Ninigi
lebih disukai untuk dinikahkan dengan kakak dari Ko-No-Hana, yakni Iha
Naga (dewi umur panjang). Namun demikian Ninigi tetap memaksa dan
memilih Ko-No-Hana untuk menjadi isterinya, mereka pun dikaruniai tiga
orang anak. Dua orang anaknya, Hoderi dan Hoori. namun pernikahan
mereka ternyata tidak selamanya bahagia, karena Ninigi adalah seorang
suami yang pecemburu. Sakin cemburunya dibakarnya pondok tempat mereka
tinggal di dalam hutan, dan bersamaan dengan itu Kono-hana pun mati
terbakar.
4. Sengen
Sengen
Jika Kono-Hana adalah dewi yang mendiami
kesucian Gunung Fujiyama dan dewi bunga, dewi Sengen dikenal sebagai
sosok penjaga sumur awet muda (keabadian), ia memberikan air awet muda
tersebut hanya kepada yang disukainya. Kuil pemujaannya terletak di
puncak gunung, sehingga para pemujanya dapat menyaksikan fajar terbit
dari kuil tersebut. Namun demikian, Sengen sering dianggap juga sebagau
Kono-hana, meskipun perbedaannya tipis, Sengen dianggap sebagai dewi
yang gemar menebarkan bunga-bunga berwarna pink.
5. Amaterasu Omikami
Amaterasu Omikami
Amaterasu, adalah dewi agung yang
bersinar dari kahyangan, dewi masyarakat Jepang ini menguasai keindahan
tenunan (seni) dan pertanian. Namun karena ia selalu bertentangan dengan
kakak laki-lakinya –akibat kegemarannya menyakiti perempuan. Amerasu
pun mengasingkan diri ke dalam sebuah goa dan menolak untuk keluar.
Sementara 800 pemujanya berkumpul diluar tempat pengasingannya mencoba
membujuknya dengan upacara perayaan yang meriah, hanya untuk membuatnya
keluar. Namun ketika mendengar nama dewi Ame No Uzume, yang turut larut
dalam sebuah tarian ritual yang erotis, dewi Ame Terasu pun keluar untuk
memuaskan rasa penasarannya. Dengan menggunakan sebuah cermin yang
memantulkan kemeriahan pesta, Ame Terasu pun melihat keanggunan dan
kelenturan gerakan tari dewi Ame No Uzume, Ame Terasu pun memutuskan
untuk keluar dari pengasingannya. Seekor ular digenggamnya, ia memegang
pedang kakaknya yang ia patahkan menjadi tiga bagian yang kemudian
menjelma menjadi tiga dewi.
Dewi masyarakat Jepang yang di dalam
agama shinto berarti penguasan surga, Ame Terasu yang memiliki makna
sinaran surga, ataupun perempuan yang bersinar di surga. Ia adalah pusat
perhatian dari para dewa Jepang. Ia adalah kakak tertua dari Izanagi.
Ia begitu bercahaya dan berseri-seri sehingga membuat orangtua
mengirimkannya ke surga, untuk kemudian menguasainya. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar